Jumat, 30 Oktober 2015

Inka Nidya 2EB32


LANGKAH
Ibu masih tampak murung, gurat kesedihan masih menghias wajah senjanya. Dua hari lalu ibu mendapat surat dari kampus kalau kakak di DO, karena mangkir dari kuliah sampai beberapa waktu tanpa keterangan sama sekali.setahuku kakak memang tak pernah mengajukan izin cuti kuliah. Selama ini setahu orang rumah, kakak selalu berangkat kuliah. Buktinya setiap hari ia pamit pada bapak dan ibu juga meminta uang saku. Jadi kami pikir tak ada masalah sama sekali dengan kuliahnya, sampai tahu-tahu ada surat dari kampus tempo hari. Ibu memang sangat kecewa pada kakak. Bagaimana tidak, biaya kuliah dan uang saku didapat bapak dengan susah payah sebagai loper Koran dan berdagang roti keliling. Ibu pun ikut banting tulang untuk mengumpulkan rupiah demi anak-anak dan keluarga. Tapi kakak justru mengecewakan mereka.
Sejak kakak mengenal teman-temannya di semester 5, ia memang mulai sama padaku. Bahkan, Mbak Win mengaku mereka kini berjarak dan jarang bersama. Dari Mbak Win pula kelak pada akhirnya kami tahu pergaulan macam apa yang telah dijalani kakakku. Awalnya memang Mbak Win tak mau bercerita padaku, karena khawatir akan kian membuat jurang dengan kakakku, tapi setelah ku jelaskan ia akhirnya mau bercerita banyak……..
Karena terperngaruh teman-temannya, kakak mulai aktif keluar masuk klub. Bahkan kakak menjadi pengguna obat terlarang dan pergaulan bebas. Cerita Mbak Win membuat duniaku berputar cepat, perutku seperti diaduk dan terasa mual. Naudzu billah min dzalik. Sebegitu rendahnya harga diri kakak hanya untuk kesedar mengejar kesenangan dunia? Aku tak sampai hati menyampaikan hal ini pada orangtua. Jadi aku temui sendiri kakakku ditempat ia biasa nongkrong. Saat tahu aku dating ia justru pura-pura tidak mengenalku. Nasihatku justru berbuah tamparan keras dimuka sampai aku terhuyung-huyung dan berdarah. Aku dipermalukan dengan makian dan sumpah serapahnya. Menahan marah dan pedih kutinggalkan tempat itu.
Sejak ditegur bapak-ibu tentang kuliahnya, kakak bukannya merasa sungkan malah ia berani meninggalkan rumah tanpa sepatah kata. Baru dua pecan kemudian ia pulang kerumah, hanya sekedar mengambil baju. Ketika ibu mencoba menahannya bahkan meminta maaf bila nasihat ibu menyakitinya, kakak justru makin jumawa. Ia tak mendengar kata ibu sama sekali. Bahkan pesan ibu untuk menjaga diri dan berhati-hati tak digubrisnya. Aku menjadi sangat marah padanya. Dan meminta ibu membiarkannya. Bapak yang baru pulang dari masjid nyaris tertabrak motor yang membawa kakak. Masya Allah, kakak bergoncengan tiga orang dalam satu motor. Bapak sempat memanggil kakak untuk kembali, tapi kakak terus melaju dengan motornya.
Bapak akhirnya sakit karena beban memikirkan kakak. Sampai akhirnya masuk rumah sakit dan mengalami stroke selama hampir sebulan. Selama itu pula, aku ibu dan tiga adikku yang lain menampung kami dengan memberikan pekerjaan yang biasa bapak lakukan. Bos bapak sangat mensuport kami, sehingga kami tidak merasa terpuruk. Hikmah lain yang kami dapat adalah belajar bersikap lebih sabar, lebih bisa bersyukur dan kedekatan dengan keluarga yang kian bertambah. Kami jadi selalu saling berbagi dan menguatkan. Ibu terlihat lebih tegar. Sikap kakak dan kondisi bapak merupakan ujian yang tak ringan bagi keluarga kami. Tapi bapak dan ibu selalu berhias doa dan optimis. “Jangan pernah mengalah dan silau pada dunia, karena itu akan menbuat kita kalah dan menyerah. Saat merasa disimpang jalan, bersandarlah pada-Nya. Niscaya sekecil apapun, langkah kalian tak akan sesat serta jadilah orang yang bisa bersyukur atas apa yang kalian dapat.”
Pada akhirnya kita sendiri yang menentukan kemana kaki akan kita bawa melangkah. Kakak telah melangkah dan kini ia menjalani takdir yang ditulis lewat langkahnya. Kakak menjadi ODHA. Kakak memang telah pulang kerumah, setelah ibu dan bapak memaksanya pulang. Kondisinya tak lagi seperti dulu, ia menjadi orang terbuang dan dikucilkan. Tak satupun orang-orang yang dulu menjerumuskannya peduli. Gemerlap dan hingar binger telah meninggalkannya. Ia sendiri dalam sunyi dalam sebuah kontrakan reot. Sekali lagi, Mbak Win lah yang memberitahu kami. Entah dengan apa kami harus membalas semua kebaikannya. Ia benar-benar sahabat sejati. Ia tak pernah meninggalkan kakak, meski hanya memantau dari jauh. Padahal ia bisa saja meninggalkan kakak begitu saja karena telah menyakitinya serta atas apa yang telah dilakukan kakak padanya. Sampai akhirnya Mbak Win pergi karena kanker yang dideritanya, kakak lah orang yang paling merasa kehilangannya. Berhari-hari kakak menangis. Mbak Win selama ini selalu menyemangati kakak dan menemaninya berbincang. Semoga Allah membalas semua kebaikannya.
Kakak akhirnya pergi setelah mengalami muntaber parah selama lima hari. Ia menolak dibawa kerumah sakit dan hanya minum obat Puskesmas serta obat kampong buatan ibu. Tepat diusianya menjelang 30 tahun, Allah memanggilnya, kami semua sudah ikhlas ini jalan terbaik baginya.
Jazaakumullah khairan katsira untuk bapak dan ibu yang selalu mendoakan langkah-langkah kami. Semoga kisah ini menjadi ibrah, bahwa langkah seorang hamba akan menjadi penentu bagi kebaikan atau keburukannya. Dan itu tergantung apa yang dipilihnya.

Sumber :
Majalah Sakinah Volume 13, No.11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar