LANGKAH
Ibu masih
tampak murung, gurat kesedihan masih menghias wajah senjanya. Dua hari lalu ibu
mendapat surat dari kampus kalau kakak di DO, karena mangkir dari kuliah sampai
beberapa waktu tanpa keterangan sama sekali.setahuku kakak memang tak pernah mengajukan
izin cuti kuliah. Selama ini setahu orang rumah, kakak selalu berangkat kuliah.
Buktinya setiap hari ia pamit pada bapak dan ibu juga meminta uang saku. Jadi
kami pikir tak ada masalah sama sekali dengan kuliahnya, sampai tahu-tahu ada
surat dari kampus tempo hari. Ibu memang sangat kecewa pada kakak. Bagaimana
tidak, biaya kuliah dan uang saku didapat bapak dengan susah payah sebagai
loper Koran dan berdagang roti keliling. Ibu pun ikut banting tulang untuk
mengumpulkan rupiah demi anak-anak dan keluarga. Tapi kakak justru mengecewakan
mereka.
Sejak
kakak mengenal teman-temannya di semester 5, ia memang mulai sama padaku.
Bahkan, Mbak Win mengaku mereka kini berjarak dan jarang bersama. Dari Mbak Win
pula kelak pada akhirnya kami tahu pergaulan macam apa yang telah dijalani
kakakku. Awalnya memang Mbak Win tak mau bercerita padaku, karena khawatir akan
kian membuat jurang dengan kakakku, tapi setelah ku jelaskan ia akhirnya mau
bercerita banyak……..
Karena
terperngaruh teman-temannya, kakak mulai aktif keluar masuk klub. Bahkan kakak
menjadi pengguna obat terlarang dan pergaulan bebas. Cerita Mbak Win membuat
duniaku berputar cepat, perutku seperti diaduk dan terasa mual. Naudzu billah min dzalik. Sebegitu
rendahnya harga diri kakak hanya untuk kesedar mengejar kesenangan dunia? Aku
tak sampai hati menyampaikan hal ini pada orangtua. Jadi aku temui sendiri
kakakku ditempat ia biasa nongkrong. Saat tahu aku dating ia justru pura-pura
tidak mengenalku. Nasihatku justru berbuah tamparan keras dimuka sampai aku
terhuyung-huyung dan berdarah. Aku dipermalukan dengan makian dan sumpah
serapahnya. Menahan marah dan pedih kutinggalkan tempat itu.
Sejak
ditegur bapak-ibu tentang kuliahnya, kakak bukannya merasa sungkan malah ia
berani meninggalkan rumah tanpa sepatah kata. Baru dua pecan kemudian ia pulang
kerumah, hanya sekedar mengambil baju. Ketika ibu mencoba menahannya bahkan
meminta maaf bila nasihat ibu menyakitinya, kakak justru makin jumawa. Ia tak
mendengar kata ibu sama sekali. Bahkan pesan ibu untuk menjaga diri dan
berhati-hati tak digubrisnya. Aku menjadi sangat marah padanya. Dan meminta ibu
membiarkannya. Bapak yang baru pulang dari masjid nyaris tertabrak motor yang
membawa kakak. Masya Allah, kakak
bergoncengan tiga orang dalam satu motor. Bapak sempat memanggil kakak untuk
kembali, tapi kakak terus melaju dengan motornya.
Bapak
akhirnya sakit karena beban memikirkan kakak. Sampai akhirnya masuk rumah sakit
dan mengalami stroke selama hampir
sebulan. Selama itu pula, aku ibu dan tiga adikku yang lain menampung kami
dengan memberikan pekerjaan yang biasa bapak lakukan. Bos bapak sangat
mensuport kami, sehingga kami tidak merasa terpuruk. Hikmah lain yang kami
dapat adalah belajar bersikap lebih sabar, lebih bisa bersyukur dan kedekatan
dengan keluarga yang kian bertambah. Kami jadi selalu saling berbagi dan
menguatkan. Ibu terlihat lebih tegar. Sikap kakak dan kondisi bapak merupakan
ujian yang tak ringan bagi keluarga kami. Tapi bapak dan ibu selalu berhias doa
dan optimis. “Jangan pernah mengalah dan silau pada dunia, karena itu akan
menbuat kita kalah dan menyerah. Saat merasa disimpang jalan, bersandarlah
pada-Nya. Niscaya sekecil apapun, langkah kalian tak akan sesat serta jadilah
orang yang bisa bersyukur atas apa yang kalian dapat.”
Pada akhirnya
kita sendiri yang menentukan kemana kaki akan kita bawa melangkah. Kakak telah
melangkah dan kini ia menjalani takdir yang ditulis lewat langkahnya. Kakak
menjadi ODHA. Kakak memang telah pulang kerumah, setelah ibu dan bapak
memaksanya pulang. Kondisinya tak lagi seperti dulu, ia menjadi orang terbuang
dan dikucilkan. Tak satupun orang-orang yang dulu menjerumuskannya peduli.
Gemerlap dan hingar binger telah meninggalkannya. Ia sendiri dalam sunyi dalam
sebuah kontrakan reot. Sekali lagi, Mbak Win lah yang memberitahu kami. Entah
dengan apa kami harus membalas semua kebaikannya. Ia benar-benar sahabat
sejati. Ia tak pernah meninggalkan kakak, meski hanya memantau dari jauh.
Padahal ia bisa saja meninggalkan kakak begitu saja karena telah menyakitinya serta
atas apa yang telah dilakukan kakak padanya. Sampai akhirnya Mbak Win pergi
karena kanker yang dideritanya, kakak lah orang yang paling merasa
kehilangannya. Berhari-hari kakak menangis. Mbak Win selama ini selalu
menyemangati kakak dan menemaninya berbincang. Semoga Allah membalas semua
kebaikannya.
Kakak
akhirnya pergi setelah mengalami muntaber parah selama lima hari. Ia menolak
dibawa kerumah sakit dan hanya minum obat Puskesmas serta obat kampong buatan
ibu. Tepat diusianya menjelang 30 tahun, Allah memanggilnya, kami semua sudah
ikhlas ini jalan terbaik baginya.
Jazaakumullah khairan katsira untuk bapak dan ibu yang selalu
mendoakan langkah-langkah kami. Semoga kisah ini menjadi ibrah, bahwa langkah
seorang hamba akan menjadi penentu bagi kebaikan atau keburukannya. Dan itu
tergantung apa yang dipilihnya.
Sumber :
Majalah
Sakinah Volume 13, No.11
Tidak ada komentar:
Posting Komentar